Kamis, 08 November 2012

GIZI BURUK MERUPAKAN ANCAMAN


Pendahuluan

Berita merebaknya temuan gizi buruk, sangat mengejutkan di negara tercinta yang terkenal subur makmur ini. Kasus ini bisa jadi tidak hanya momok bagi para balita namun juga bagi pemerintah. Bahkan di era pemerintahan suharto, pejabat daerah sangat ketakutan jika sampai didapati kasus gizi buruk diwilayahnya, cerminan buruknya performa dalam menyejahterakan raknyatnya; Bukti lemahnya infrastruktur kesehatan dan pangan; Dan aneka polemik mencari biang keladipun muncul ke permukaan. Kesenjangan, ketidakadilan, kemiskinan, kebijakan ekonomi dan politik menjadi semakin sering diperbincangkan. Bisa jadi hanya sedikit yang memikirkan dampak jangka panjang yang ditimbulkannya, jika hal ini tidak ditangani dengan serius. Seperti layaknya fenomena gunung es, bahwa ancaman yang sebenarnya jauh lebih besar dan perlu segera diambil langkah langkah antisipasinya dari sekarang. Karena kelainan ini menyerang anak-anak , generasi penerus, yang sedang dalam 'golden period' pertumbuhan otaknya.

Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (=>30%).

Status gizi anak balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk. Namun penghitungan berat badan menurut panjang badan lebih memberi arti klinis. Anak kurang gizi pada tingkat ringan dan atau sedang masih seperti anak-anak lain, beraktivitas , bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan yang lain seperti misalnya peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya (akibat atrophy / pengecilan organ tersebut).

Diagnosis kurang gizi selain ditegakkan melalui pemeriksaan antropometri ( penghitungan berat badan menurut umur /panjang badan) dapat melalui temuan klinis dijumpainya keadaan klinis gizi buruk yang dapat dibagi menjadi kondisi marasmus, kwasiorkor dan bentuk campuran (marasmik kwasiorkor). Tanda tanda marasmus adalah anak kurus, kulitnya kering, didapatkan pengurusan otot (atrophy) sedangkan kwasiorkor jika didapatkan edema ( bengkak) terutama pada punggung kaki yang tidak kembali setelah dilakukan pemijitan (pitting edema), marasmik kwasiorkor adalah bentuk klinis campuran keduanya.
Pengertian di masyarakat tentang "Busung Lapar" adalah tidak tepat. Sebutan "Busung Lapar" yang sebenarnya adalah keadaan yang terjadi akibat kekurangan pangan dalam kurun waktu tertentu pada satu wilayah, sehingga mengakibatkan kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan, yang pada akhirnya berdampak pada kondisi status gizi menjadi kurang atau buruk dan keadaan ini terjadi pada semua golongan umur. Tanda-tanda klinis pada "Busung Lapar" pada umumnya sama dengan tanda-tanda pada marasmus dan kwashiorkor.

Penyebab Gizi Buruk

Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi.

:: Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain :
1.     Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi.
2.     Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
3.     Pola makan yang salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk.
Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup
:: Sering sakit (frequent infection)

Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.

Konsekuensi gizi buruk , loss generation?

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri.

Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan system, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi ( kekurangan) asupan mikro/ makro nutien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan system pertahanan tubuh terhadap microorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.

Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi ( mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit penting serta cairan tubuh.

Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat 'catch up' dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi 'stunting' (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya. Yang lebih memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Jika kondisi gizi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun) , dapat dibayangkan jika otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan irreversible ( sulit untuk dapat pulih kembali).

Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak adalah salah satu 'aset' yang vital bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang berkualitas di kemudian hari.

Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. Kurang Gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa

Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini

Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen feeding" ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet ( penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai.

Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining / deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut tidak naik timbangan berat badan untuk segera mendapat akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika mau membantu dalam pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan pada anak. Kasus gizi buruk mengajak semua komponen bangsa untuk peduli, berrsama kita selamatkan generasi penerus ini untuk menjadi Indonesia yang lebih baik. (edited by T404AR?)

Pengertian MP-ASI

•Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

•MP-ASI diberikan mulai umur 4 bulan sampai 24 bulan.
•Semakin meningkat umur bayi/anak, kebutuhan akan zat gizi semakin bertambah karena tumbuh kembang, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi.
•MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak .
•Pemberian MP-ASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini.

MAKANAN BAYI UMUR 4 – 6 BULAN

1.Pemberian ASI diteruskan, diberikan dari kedua payudara secara bergantian
2.Bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat halus karena bayi sudah memiliki reflek mengunyah. Contoh MP-ASI berbentuk halus antara lain : bubur susu, biskuit yang ditambah air atau susu, pisang dan pepaya yang dilumatkan. Berikan untuk pertama kali salah satu jenis MP-ASI, misalnya pisang lumat. Berikan sedikit demi sedikit mulai dengan jumlah 1-2 sendok makan, 1-2 kali sehari. Berikan untuk beberapa hari secara tetap, kemudian baru dapat diberikan jenis MP-ASI yang lainnya.
3.Perlu diingat tiap kali berikan ASI lebih dulu baru MP-ASI, agar ASI dimanfaatkan seoptimal mungkin. MP-ASI berbentuk cairan diberikan dengan sendok, jangan sekali-kali menggunakan botol dan dot. Penggunaan botol dan dot berisiko selain dapat pula menyebabkan bayi/anak mencret itu dapat mengakibatkan infeksi telinga.
4.Memberikan MP-ASI dengan botol dan dot untuk anak baduta sambil tiduran dapat menyebabkan infeksi telinga tengah, apabila MP-ASI masuk keruang tengah.
5.Memperkenalkan makanan baru pada bayi, jangan dipaksa. Kalau bayi sulit menerima, ulangi pemberiannya pada waktu bayi lapar, sedikit demi sedikit dengan sabar, sampai bayi terbiasa dengan rasa makanan tersebut.









Gizi Tentukan Kualitas Hidup
PDF
Print

29-01-2007
Dengan hari ini, sudah 56 kali Hari Gizi diperingati, namun Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) masih merisaukan keadaan gizi masyarakat. Di Indonesia, masalah gizi, khususnya pada balita, menjadi masalah besar karena berkaitan erat dengan indikator kesehatan umum seperti tingginya angka kesakitan serta angka kematian bayi dan balita.

Lebih jauh lagi, kerawanan gizi dapat mengancam kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Tak heran, menilik catatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indonesia masih berada pada peringkat 108 dari 177 negara di dunia.

Menkes mengakui bahwa masalah gizi merupakan salah satu dari masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Diperkirakan masih terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi buruk yang keberadaannya tersebar di pelosok-pelosok tanah air. Sekitar 4 juta ibu hamil dan ibu menyusui menderita gangguan anemia yang sebagian besar disebabkan oleh kekurangan zat besi.

Menurut Menkes, ada 3 faktor utama yang saling terkait mempengaruhi besarnya masalah gizi dan kesehatan masyarakat. Pertama, ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga yaitu kemampuan keluarga untuk menyediakan makanan yang berkaitan dengan daya beli keluarga. Kedua, pola asuhan gizi keluarga yaitu kemampuan keluarga untuk memberikan makanan kepada bayi dan anak, khususnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif dan pemberian makanan pendamping ASI. Ketiga, akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, yaitu pemanfaatan fasilitas kesehatan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif seperti penimbangan balita di posyandu, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan kesehatan bayi dan balita, suplementasi vitamin A dan MP-ASI (Makanan Pendamping ASI), imunisasi, dan sebagainya.

Sementara Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) dr. Sri Astuti. S. Suparmanto, MSc(PH), beberapa waktu lalu menjelaskan, umumnya kasus gizi buruk secara alami terjadi karena kekurangan makanan, ketidak-tahuan, serta penyakit. Gizi buruk bukan hanya masalah kesehatan, melainkan juga masalah daya beli masyarakat. Dengan kata lain, ada banyak faktor yang menyebabkan masyarakat mengalami kurang gizi.

“Secara tak langsung, status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan dalam keluarga, perilaku atau pola asuh orang tua, serta ditunjang oleh pelayanan kesehatan”, demikian disampaikan Direktur Bina Gizi Masyarakat dr. Ina Hernawati, MPH. Hal-hal tersebut secara langsung atau tak langsung disebabkan oleh tingkat sosial ekonomi keluarga, distribusi pangan di suatu daerah atau daya beli keluarga, pendidikan, serta budaya setempat atau keluarga, yang pada akhirnya lebih ditentukan oleh keadaan ekonomi bahkan politik negara.

Masalah gizi berbagai ragamnya dan mencakup sejumlah besar penduduk Indonesia.

·         Ada sekitar 350 ribu dari 4 juta bayi, lahir dengan berat badan rendah (Bayi Berat Lahir Rendah/BBLR),
·         5 juta dari 18 juta Balita menderita gizi kurang,
·         10 juta dari 31 juta anak usia sekolah menderita anemia gizi,
·         3,5 juta dari 10 juta remana putri mengalami anemia gizi,
·         30 juta dari 118 juta usia produktif mengalami Kurang Energi Kronik (KEK), dan
·         5 juta dari 9 juta USILA mengalami anemia gizi.
Pemerintah sendiri sejak 2 tahun terakhir ini telah memberikan perhatian lebih besar terhadap upaya perbaikan gizi dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat selain lebih mempedulikan kepentingan masyarakat miskin. Upaya peningkatan kesehatan masyarakat didukung dengan menyediakan sarana dan fasilitas kesehatan sehingga mampu menjangkau daerah-daerah yang sulit, mengirim tenaga medis dan bidan ke daerah-daerah sangat terpencil dan menyediakan biaya kesehatan bagi masyarakat miskin.

Untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk, Depkes mendorong dilakukannya gerakan pemberdayaan masyarakat lewat gerakan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Setiap keluarga didorong untuk rutin memantau berat badan, terutama bagi Balita, memberi Air Susu Ibu eksklusif pada bayi 0-6 bulan, mengkonsumsi berbagai ragam makanan, dan mengkonsumsi suplementasi gizi sesuai anjuran. Jika seluruh program berjalan baik, maka sebagaimana Rencana Jangka Menengah Nasional, direncanakan pada tahun 2009 terjadi penurunan jumlah penderita gizi kurang. Untuk mempercepat pencapaiannya, dibentuk Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) di desa siaga yang mendekatkan akses pelayanan ke masyarakat.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi telepon/faks: 021-522 3002 atau e-mail puskom.depkes@gmail.com.

http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=2426
 

·         .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar